Rabu, 06 November 2013

Mama

"Maafin mama kalau bicara sama mama membuat kamu capek karena harus mengulangnya." (sedikit terisak sambil mengelus dada)

Waktu itu mataku sudah mengantuk sekali, mama bertanya padaku dan mengajakku berbicara. Entah karena letih atau aku yang kehilangan kesadaran karena mengantuk, kesal itupun meracuni respon pembicaraan mama. Satu kalimat yang hingga saat ini hanya sekali aku dengar dan berulang kali selalu berbisik di pendengaran, menyisakkan butir air mata.
Aku bertemu mentari di sepanjang jalan yang aku tapaki, jauh dari rumah aku mencoba meraih rejeki. Melalui doa Mama, aku masih bertahan bekerja di tempat yang sama. Langkah demi langkah bukan berarti tanpa pembicaraan nurani. Aku menatap lurus kejalanan. Pendengaranku mencoba meyakinkan pembicaraan apa yang terdengar. Hati kecilku berkata, "Mama sudah tidak lagi muda, usianya sudah kepala empat!" Akalku mulai menerima respon dan menjawab, "Itu artinya mama sudah tidak lagi kuat seperti 20 tahun silam?"
Benar, Mama kini sudah tidak lagi muda. Di usianya 46 tahun mama masih kuat bekerja. Melewati setiap kerumunan bahkan kemacetan Ibu Kota, melawan dan menahan teriknya mentari atau derai hujan. Mama yang dengan sabarnya mengisi waktu 24 jam dengan satu paket peluh, bahagia, dan berbagai hal yang terkadang menguji kesabarannya. Dikaruniai 3 orang anak yang memiliki karakter beda-beda, membuat mama terkesan keras. Mama lebih sering meneriakkan anak-anaknya yang membandel. Walau aku terkadang bosan mendengar teriakan itu namun ada yang ku pikirkan tidak jauh dari itu.
 Mama memang galak, Mama memang sibuk tapi bukan Mama jika tidak memperhatikan anak-anaknya. Mama bisa lho telepon si bungsu lebih dari 10X dalam interval waktu 10 jam. Mama juga masih menyempatkan membalas SMS si bungsu yang menyuruhnya segera pulang. Mama bisa masakin kita Sop Ayam setiap weekend. Mama bisa menyisihkan makanan yang dibeli dari luar untuk kita (dan dia tidak sedikitpun hendak memakannya sebelum kami) Mama itu bukti nyata kalo yang namanya Wonder Woman itu nggak cuma di film-film kartun.
Nggak kebayang kalo Mama mengeluh sakit. Walau mungkin terlihat hanya aku yang sibuk mencari makanan kesukaan Mama yang bisa dimakannya. Si sulung lebih terkesan cuek. Si Bungsu sama saja cuek namun dia masih memiliki rasa simpati lebih. Aku? Beginilah jadi anak tengah! Selalu mengalah, mengalah dan mengalah. Walau aku sudah mulai terbiasa, terkadang rasa iri itu masih menghantui. Ah Sudahlah, harusnya aku mengikuti kata-kata Mama. "Tidak ada kebaikan atas rasa iri yang ada!"

"Ka, mata Mama sudah buram sekali melihat huruf, mungkin Mama harus ganti kacamata."
Iya benar! Kacamata. Mama selalu nampak lebih cantik dan terlihat lebih muda jika mengenakan kacamata. Matanya sipit, kulitnya putih bak gambaran nenek saat masih muda. Itulah sedikit celoteh beberapa hari lalu. Mama sudah pergi ke optik untuk mengecek dan memesan kacamata baru yang cocok. Hasilnya mata Mama menjadi Plus. Kecemasan menyelimuti aku. Mungkin saat ini hanya Allah yang tahu.
Aku teramat menyukai Mama ketika mengenakan Batik. Subhanallah, Mama cantik luar biasa. Nggak tersirat sifat keras dari raut wajahnya. Apalagi sekarang, Mama sering banget bawel kalo soal baju. Nanya ini itu, model apa yang cocok untuk dikenakannya. Ada-ada saja, Mama seperti anak remaja yang sedang mengalami masa puber. (Hihihi..)

"Banyak sesal yang terpikirkan disaat aku menjalani kehidupan layaknya anak perempuan yang dewasa. Membantah Mama itulah yang menjadi hantu paling seram dalam kehidupanku. Ingin rasanya mencium kaki Mama memohon maaf atas segala luka atas perbuatan dan perkataanku di masa lalu. Kini setiap kali didekat Mama, dalam hati aku selalu berdoa. Semoga kelak aku bisa merawat dan membahagiakan Mama di masa tua nya. Ingin aku terus disampingnya untuk menemaninya. Menjadi orang pertama yang tahu Mama sedang apa dan seperti apa. Yang aku tahu setiap kali mengingat satu hal yang aku takutkan, aku selalu meneteskan airmata. Kehilangan Mama itu bukan yang aku inginkan, itulah yang aku takutkan! Aku mau Mama terus ada. Terus dan akan terus selalu ada, walau aku tahu Mama sudah tak lagi muda...."

Teruntuk Mama,
 

THE WORDS Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos