Kamu sedang apa disana?
Aku tahu tidak ada kerinduan terbesit dari relung hatimu untukku.
Aku tersenyum sendiri ketika mengeja kata Merindu. Entah sudah berapa lama kata rindu tak lagi terdengar. Kenyataannya memang tak seharusnya terdengar. Ibarat petualangan, kau tergambarkan seperti gunung merapi di Kota Jogja. Termat indah ketika dilihat dari kaki gunung atau titik pendakian. Hangat dan begitu mempesona. Aku sudah seperti pendaki yang mau tak mau masih ragu untuk mendaki. Bayang-bayang rasa sakit itu diibaratkan debu vulkanik yang berasal darimu. Membuatku menghentikan langkah untuk tetap melangkah menuju puncakmu.
Lupakan itu..
Ada sebuah kenyataan yang menyadarkan lamunanku. Melamun di meja kerja itu tidak lebih baik ketika masih dalam jam aktif bekerja. Entah apa yang aku pikirkan. Sedetik berlalu namamu terucap dalam diam. Aku tak memahami apa yang sedang terjadi. Merindu ataukah sekedar menjadikannya sebagai topik tulisan siang hari ini. Mungkinkah..
Lagu Seandainya milik Sheila On7 mengalun. Beberapa kali mendengarkan lagu itu belum bisa membuatku mengerti maksud dari lagu itu diciptakan. Kepalaku terasa sedikit berat. Butuh cappucinno panas, gumamku. Beberapa kali aku menarik senyuman. Mencoba membaca ulan tulisan di paragraf atas. Tidak sempurna, tapi setidaknya hari ini aku bisa menulis disini tidak hanya satu judul :)
Galih.
Dia hanya sebuah nama atas seonggok daging yang memiliki senyuman termanis selama ini. Rindu akhirnya aku padanya. Merindukannya dengan komposisi yang berbeda. Tidak berlebihan! Sebatas sahabat. Aku rasa tak ada salahnya jika aku merindukannya sebagai kakak laki-laki, boleh saja! Usia dia memang lebih diatas usiaku walau tak selisih banyak.
Galih.
Dia pria yang setahun lalu membuatku jatuh hati. Mendewakan sosoknya karena sebuah perasaan bernama cinta. Karenanya aku merasakan kehidupanku berubah tiga kali lebih berwarna dari sebelumnya. Itulah dimana jatuh cinta membuat yang merasakannya nampak seperti orang bodoh! Selain sering senyum-senyum sendiri, terkadang merasa kenyang sebelum melahap habis porsi makan siang. Akan menyukai pakaian dengan warna senada ketimbang warna hitam. Akan lebih sering mendengarkan lagu-lagu beraromakan cinta berlirik romantis. Ya Galih..
Aku berhasil berbaikan dengan masa lalu. Aku berhasil mengubah arah kapal layarku untuk tidak egois. Aku berhasil untuk tetap berbaik diri atas nama Galih. Aku berusaha untuk membebaskan perasaan apapun tentang Galih. Tidak lagi cinta yang terlalu berat porsinya. Tidak lagi dengan kerinduan teramat menggebu-gebu. Melainkan kerinduan akan seorang kakak laki-laki yang lebih memilih memetik gitar lantas bernyanyi daripada menorehkan sketsa gambar diatas secarik kertas putih. Aku rindu berbicara dengannya. Membicarakan apa saja. Membahas banyak hal yang kami suka. Membiarkan waktu berlalu tanpa terasa. Aku merindukannya. Rindu akan setiap ucapannya yang memiliki daya magis didalamnya
Tak ada lagi sapaan hangat darinya. Entah sudah berapa bulan terlalui tanpa adanya senyumannya walau sebatas emoji. Haruskah menunggunya berbulan-bulan hingga bertemu tahun. Ataukah memang takkan ada lagi kesempatan untuk kita berbicara kembali walau hanya sebentar saja.
Galih..
Sepertinya Dia tak memberikan penghapus halus untuk namamu dikehidupanku. Dia hanya membiarkan perasaanku berubah lebih bersahabat dari tiga bulan terakhir ini. Membuat perasaanku terasa lebih ringan tanpa beban. Karena kini aku masih menduga kamu bahagia bersamanya. Dia membiarkanku terus menulis tentangmu. Entah lewat doa ataupun rajutan mimpi dalam tidurku. Dia membuatku merasa lega ketika aku benar-benar bisa yakin bahwa perasaan cinta untukmu itu masih ada walau tidak untuk diperjuangkan. Jodoh itu takkan tertukar. Seperti rasa manis pada gula dan rasa asin pada butir garam. :)
Galih in my mind :) 25 December 2013 03.15 p.m.