Senin, 14 Juli 2014

Yang Telah Berpulang

Jakarta, 15 Juli 2014

Salam sayang,

Aku ngga tahu uwa sedang apa disana, yang aku tahu kerinduan ini masih selalu hidup. Entah sudah berapa lama uwa berpulang kepangkuanNYA. Aku hanya bisa terus berdoa dan sesekali mengingat kenangan bersama. Andai surat ini bisa uwa baca, aku akan senang sekali. Tidak sia-sia aku menuliskan surat ini. Dulu, dulu sekali - ingatkah uwa pada tahun 1996 kau sedang berlayar ditengah lautan. Entah di lautan negara mana, yang aku tahu saat itu aku di Jakarta merengek untuk bertemu denganmu hingga aku jatuh sakit. Kau lantas pulang demi aku, dan kau menghadiahi aku sepeda berkeranjang waktu itu, sepeda yang ku idamkan yang harganya cukup mahal. Aku ingat benar, setelah kesembuhanku, kita merayakan pesta ulang tahunku yang ke-4. Pesta yang amat meriah di jaman itu. Aku dipangkumu, mamah yang memotokan kita berdua. Entah kemana foto itu, aku harap masih ada waktu untuk menemukannya. Aku terbiasa tidak tinggal bersama papa kandungku, lantas aku merasa lebih bahagia ketika tahu bahwa kau menyayangiku lebih dari keponakanmu. Aku beruntung sekali, termat beruntung.

Uwa, aku termat kaget ketika mendengarmu sakit, sakit parah. Aku kaget saat menjengukmu bersama mama. Seketika aku meneteskan air mata, aku berkata dalam hati "Ya Allah, dihadapanku terbaring lemah sesosok yang ku anggap sebagai ayah. Sembuhkanlah segala sakitnya. Jangan berikan sakit lebih dari apa yang sekarang ia rasakan." Allah mendengar ucapkanku, uwa. Esoknya Dia membuatmu terbangun duduk dan bisa berkomunikasi dengan kami. Kau bisa tersenyum dan kau sempat bilang ingin sarapan roti yang ku beli. Jelas, aku langsung membelikannya. Kau begitu lahap saat itu, kebahagiaanku membuncah tak terkira. Puji Syukur untuk doa yang terkabul pagi itu. Hingga pada siang hari aku pamit kembali ke ibu kota. Aku membisikan padamu sambil mengelus punggung tanganmu "Neng pamit dulu, kembali kerja. Insya Allah neng pulang kesini lagi buat uwa. Uwa yang sehat ya. Jangan telat makan dan minum obat. Neng sayang uwa."

Aku nggak tahu apa rencana Allah untuk keadaan ini, hingga aku tiba di Jakarta dan mendapat kabar bahwa Allah memanggilmu. Benar, Allah memanggilmu untuk berpulang kesisiNYA disaat aku tidak ada disisimu. Aku hanya terdiam, jelas aku menangis lagi. Sesuatu yang termat besar pergi dari kehidupanku. Sesosok yang aku belum bisa banyak beri kebahagiaan. Oh My Allah, mungkin jika tak ku tengadahkan matamu mungkin kertas ini akan basah karena air mataku. Semoga uwa tenang disisiMU, ya Rabb.

Aku punya cerita, dua gadis cantikmu kini sudah menjadi remaja. Senin kemarin mereka bersekolah di SMP. Alhamdulillah, pendidikan mereka masih bisa kami teruskan. Mereka tumbuh dengan sempurna - mereka mengenal apa itu rasa suka pada lawan jenis. Mereka bisa berprestasi bahkan mereka nampak cantik sekali ketika perpisahan sekolah dasarnya bulan kemarin. Memakai kebaya dan sanggul di kepala. Kami akan menjaga buah hatimu dengan baik, uwa. Menjadikan mereka sebagai anak mama dan adik untuk ku. Setiap bulan aku selalu bertanya apa yang mereka inginkan. Sebisa mungkin aku mewujudkannya. Akupun menawarkan diri untuk menjadi tempat curhat mereka. Lucu sekali uwa, si sulung bilang takut pada mama karena mama galak. Sedangkan si bungsu, dia hanya senyum saja ketika ditanya banyak hal saat kita berkirim pesan singkat. Jangan lagi kau khawatirkan mereka, karena mereka kami jaga.

Lebaran tahun ini, lebaran di tahun kedua rumah kami tanpa kehadiranmu. Ini yang membuatku ingin segera pulang ke kampung halaman dan berpelukan bersama buah hatimu. Dan juga aku ingin menyekar ke makam mu. Mungkin kau menunggu kami disana, kami selalu berdoa dari rumah setelah sujud kami pada Allah. Uwa, kemeja kesukaanmu masih ada di lemariku. Alangkah baiknya tidak aku pindahkan, biar tetap bisa ku lihat setiap aku membukanya. Fotomu masih ada diponselku. Ah, rindu aku padamu uwa.

Ku sudahi suratku untuk mu.
Tak kuasa aku menuliskan banyak kata disini.
Kami menyayangimu.

:*
 

THE WORDS Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos