Selasa, 25 Maret 2014

Serpihan Kecil

"Seenggaknya kalo yang lebih tua nggak bisa mengalah, harusnya yang mudalah yang mengalah. Kalo sama-sama keras kepala mau jadi apa kedepannya."

Ada yang tahu maksud dari kalimat itu apa?
Oke fix, gue merasakan ketidakadilan atas pernyataan ini.

Mom, apakah bisa Mom beri aku jawaban pasti 'sampai kapan aku harus terus mengalah -- merasa terluka bahkan merasa terbebani atas semua ini?'
Mom hanya bisa diam -- sesekali Mom marah sama aku karena menurut Mom pertanyaan aku itu teramat lancang untuk aku tanyakan.
Mom, selama ini aku yang mengalah -- mengabaikan jeritan kekesalan yang bermuara pada hatiku, membiarkan setiap tetes air mata kembali mengering dibelakangmu. Tapi Mom selalu marah dan selalu menilai tidak ada satupun anak Mom yang bisa membahagiakan hati Mom. Lantas semua yang aku lakukan demi Mom itu artinya NIHIL? Selama ini aku diam -- menumpukkan segala kebencian atas sikapnya, semua itu sia-sia?
Mom, come on! Aku ini anak Mom. Sama sepertinya. Dan sama seperti ade -- sekecil itu dia harus mengalami apa yang aku alami beberapa tahun silam. Apa jadinya aku disini jika dia diperlakukan sama seperti diriku saat seusianya.
Mom, aku nggak tahu titik kesalahannya dimana. Aku nggak ngerti maksudnya Mom meluapkan amarah kekesalan atas dirinya hanya didepan aku, itu maksudnya apa?
Mom, yang aku tahu -- aku hanyalah media untuk Mom bersadar -- mengeluh tentang apa saja. Bahkan terkadang Mom lupa kalo aku juga ingin dimengerti.
Oke fine, untuk ini biarkan aku yang terus mengalah. Terlebih doa-doa Mom yang sempat terdengar oleh telingaku -- doa-doa itulah yang menguatkan aku bahwa sejatinya Mom bermaksud baik atas diriku. Doa-doa yang selalu aku amini dalam hening hanya karena aku tak kuasa menahan perihnya mata.
Mom, mungkin aku tak sering mengatakan bahwa aku menyayangi Mom lebih dari menyayangi diriku sendiri. Aku hanya bisa terus berjalan walau terkadang aku hendak berhenti melangkah, namun gambaran Mom dan adelah yang terus memicu langkahku terus melaju.
Mom, jika aku mampu dalam 24 jam sehari hidupku. Aku terus bekerja -- mencari, mengejar, menjemput apapun yang Mom dan ade butuhkan. Apapun itu Mom, apapun itu! Seletih apapun itu!
Mom, mungkin Mom nggak akan pernah tahu bahwa anak gadismu ini memiliki sebuah diary. Mom hanya tahu anak gadismu ini selalu menyibukkan diri dengan novel-novel yang ia miliki. Mom sering mengeluh jika aku terus menerus berdiam diri menatap setiap kalimat dalam perhalaman novel itu.
Mom, tidak penting bagiku untuk Mom tahu hal apa saja yang aku suka, begitupun sebaliknya.
Mom, melihatmu bahagia -- tanpa harus mengeluh atau memarahi siapa saja yang ada dirumah, itu sebuah keinginan yang terus aku harapkan selalu terwujud.
Mom, jika Mom merasa keluarga kita tidak sempurna, Mom salah!
Kita sempurna Mom, ada dia yang terlampau jahil selalu menciptakan keributan kecil setiap harinya. Ada Mom yang siap-siap teriak dan marah-marah sama aku. Ada ade yang mungkin mewarisi watak dia yang keras kepala. Dan ada aku Mom -- aku yang selalu menjadi penengah. Aku yang selalu jadi bantalan. Berikutnya ada papa Mom -- papa yang terkadang menjadi alasan Mom sering memaksa aku untuk ku temani berjalan-jalan keluar rumah, sekedar pergi ke pasar swalayan untuk belanja bulanan, ke departement store untuk mengumpulkan koleksi sandal si ade atau pakaian kerja Mom.
Mom, maafkan aku! Jika aku pernah membentak Mom ketika aku merasa sudah tak kuat lagi menjadi bantalan Mom.
Tidakkah Mom tahu, setiap saat Mom marah padaku dan menyuruhku untuk tinggal tidak seatap dengan Mom -- hatiku seakan tertusuk belati Mom. Bagaimana mungkin aku tega meninggalkan Mom, setelah lebih dari 10 tahun kita tidak tinggal satu rumah, dan setelah sekian lama Mom bergantung padaku untuk mencari sandaran -- apakah Mom berpikir akan lebih baik jika aku tinggal jauh dari Mom?
Mom akan butuh aku, begitupun aku. Kita ini keluarga, Mom! Kita butuh yang lain dalam kondisi apapun dan kapanpun.
Mom, aku sayang Mom.
 

THE WORDS Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos