Sekembalinya dari rutinitas setiap tahun menjelang hari raya Idul Fitri, masih menyisakan ketidaknyamanan disini. Keluhan disana sini, menyesakan pernapasan ini. Aktivitas di kantor masih belum berjalan sempurna, beberapa meja masih kosong dan satu dua sampai lima kali saja telepon berdering. Tukang jajanan yang biasa mangkal masih kosong melompong, tapi Jakarta masih saja dihiasi Traffic Jam alias Macet! Kebiasaan dengerin Playlist di YouTube sambil ngisi ruang di blog ini. Ternyata emang, ini blog isinya sejenis diary book *nepok jidat*
Aku nggak tau pasti apa yang bisa aku laporin disini, selain ....
Persahabatan itu indah jika nggak ada yang kesangkut perasaan yang namanya cinta. Entahlah, urusan cinta untuk saat ini aku nggak mengindahkan perasaan itu. Dikelilingi orang-orang yang menyayangiku sudah cukup mewarnai kehidupanku, ditambah lagi sosok sahabat yang begitu peduli akan diriku. Biar ku kenalkan dia padamu, sebut dia Fajar. Ramadhan tahun lalu aku mengenalnya. Nggak ada komitmen pasti tentang persahabatan ini. Hanya saja dia hadir begitu menakjubkan. Layaknya seorang kakak laki-laki yang begitu menyayangi adik perempuannya. Perlahan, rasa kasih itu terdengar janggal. Sahabat jadi cinta. Itu terdengar seperti judul lagu. Namun, ini bukan hal mudah untuk bisa dimengerti.
Fajar itu memang seperti matahari yang berawal dari timur. Dia jadi penyemangat. Dia yang selalu ngejaga senyuman. Dia yang selalu jadi sosok paling setia dalam setiap keadaan. Dia yang terlalu amat menyayangiku hingga detik ini, entah sampai kapan ia pun tak pernah tau.
Hal paling mengkhawatirkan iala ketika aku terjebak dalam sebuah ketakukan akan amarahnya saat berbicara soal kami. Ini urusan hati, suatu hal terdalam dari diri manusia. andai memang bisa, namun perasaan kami berbeda. Ini kesalahan terbesarku. Membiarkan celah untuk perasaannya berkembang terus menerus.
Ya Allah, tak mungkin orang sebaik dia akan terluka sedalam ini. Hanya karena diriku yang tak mampu membalas perasaannya. Tak perlu ceritakan padanya bahwa aku menahan tangis ketika ia mencoba meyakinkan perasaannya itu memang setulus mentari di pagi hari. Bahkan mungkin lebih dari itu.
Dia mengetahui setiap lekuk perasaanku akan sosok Galih. Dia mengetahui setiap tetes airmataku karena beberapa pasang mata yang setiap hari ku temui. Dan dia mengerti setiap permintaan maafku karena tak terbalaskannya perasaan itu.
Sumpah, cengeng banget!
Harus berapa permen karet dimakan untuk bisa ngebendung tangis ini.
Berikan yang terbaik untuknya. Sosok yang bisa menjaga baik perasaannya. Demi apapun, berikan dia kebahagiaan yang benar-benar ia butuhkan bukan ia inginkan karena aku memang bukan sosok yang terbaik untuknya.
Untuk Fajar, entah kapan kamu menemukan tulisan ini. Entah sampai kapan perasaan itu terpupuk dengan ketulusan. Mungkin kata maaf nggak bisa menebus segala luka yang pernah ada. Kita nggak pernah nyangka akan seperti ini. Akan tertikam sebuah rasa yang seharusnya memang suci. Begitu juga dengan tetesan kristal halus dari mata ini, takkan sanggup membayar segala obat untuk membenamkan rasa sakit yang ada. Jelas sudah, kamu memang terbaik. Terbaik untuk sahabat dalam hidupku yang singkat. Terimakasih untuk Fajar yang selalu ada tak hanya saat pagi menjelang. Terimakasih untuk segala ketulusan menjaga senyuman ini. Gracia Fajar DK.
Allah tahu tentang semua ini... :)