Jumat, 17 Januari 2014

Monolog Gue

Dia berkaca pada sebuah cermin - menatap nanar tubuh yang berdiri tanpa berbicara. Hanya telapak tangan menyentuh perlahan permukaan kaca. Sedikit membuat gerak pada beberapa titik - melihat miring lalu kembali normal. Menyentuh dahi, alis, kantung mata hingga ke pipi. Masih tetap diam tanpa berbicara. Perlahan melangkah mundur satu langkah lantas maju dua langkah. Bingung? Memang, bagaimana bisa mundur selangkah maju dua langkah - desah hatinya. Bagaimana tidak bisa? Bisa saja ibarat memasak sup ayam dan kelebihan garam, mungkin kau akan berpikir dengan menambahkan merica dan sedikit air untuk menyeimbangkan rasa asinnya. Seakan cermin itu menjawab kebingungannya. Ia membuka pelupuk mata lebih lebar lantas menyajikan sederet gigi putih nan rapi bersama sebuah senyuman. Ia berpikir, tidak ada keburukan yang tak bisa diperbaiki menjadi baik dan lebih baik. Ia bisa perlahan memahami dirinya - bersahabat dengan segala kekurangannya. Tak lagi mendengus kesal saat ia merasa tidak bisa melakukan apa yang orang lain bisa lakukan. Atau menggerutu lantas marah ketika ia merasa tidak mampu menjadi seperti orang lain yang ia pikir ternyata lebih baik darinya. Sebuah kehidupan dipenuhi dengan dot - titik-titik abstrak yang bukan berarti tanpa arti dan tanpa tujuan. Bukanlah seperti debu yang tertiup karena angin - yang akan diam kemanapun ia meniupkan dirinya. Semua jelas arahnya, semua jelas alurnya. Hanya saja mereka-mereka yang sering berputus asa - meyerah - akan berpikir menjadi debu yang setiap saatnya bisa tertiup angin itu lebih baik daripada menjadi seonggok daging yang memiliki nama - tempat dimana asalnya terjadi kesalahan, kekeliruan, kekhilafan, yang diciptakan paling sempurna dengan karunia hati & perasaan, akal & pikiran. Mereka berpikir singkat - sesingkat ketika ada sebuah gunting hendak memotong karet gelang. Inilah deskripsi sebuah pengharapan. Ketika harapan di ibaratkan dengan sebuah karet gelang dan gunting ialah media sebagai kegagalan maka ada yang namanya kebangkitan ( tumbuh kembali rasa semangat berusaha ). Terputusnya karet gelang tersebut bukan berarti habis masalah. Hanya sebuah judul kendala yakni PUTUS! Orang yang mau mensyukuri setiap napas dalam hidupnya akan berpikir bahwa terputusnya karet gelang oleh gunting itu adalah awal dari sebuah langkah untuk menuju tujuan yang di inginkan. Kita bisa menyambung karet gelang tersebut dengan mengikatkan kedua ujung yang terputus, atau melilitkan isolasi untuk menempelkan kedua ujung yang terputus, atau bisa juga dengan membubuhkan karet gelang yang maish utuh untuk menyatukan kedua ujung yang terputus itu. Simpel! Dengan segala macam solusi itulah gunanya otak dikala berpikir. Tidak ada masalah yang tanpa solusi ( Jalan Keluar )! Semua dot yang nampak hitam pekat takkan selamanya jauh dalam pandangan ketika kita mengharapkan warna lain didalamnya. Tuhan menganugerahkan manusia dengan hati dan akal bukan untuk pelengkap sebuah makhluk yang disebut manusia. Hati yang kecil ( entahlah sekecil apa ) bisa disinggahi oleh jutaan ekspresi perasaan. Sedih, bahagia, terharu, menderita, sakit, terjatuh, dan yang lainnya. Kapanpun, siapapun, dan dimanapun hati selalu hidup. Jika ada yang bilang "Hatiku telah mati rasa!" Percayalah itu hanya benar terdapat dalam lirik lagu.! Dan diberikannya pikiran tanpa ada perbedaan. Orang pintar, bodoh, kreatif, beruntung itu sama-sama dikaruniai sebuah otak olehNYA. Diberikan untuk berpikir! Bukan digunakan untuk melihat ataupun mendengar. Semua sudah digariskan, namun bukan berarti semua bisa dipasrahkan. Semua butuh usaha.!

Lalu dia bergerak - membelakangi cermin. Tersenyum lagi. Dan kini dia mulai melangkah, satu langkah, dua langkah, bahkan hingga langkah-langkah yang tak terhitung lagi ketukannya. Ia mengerti, dot-dot kehidupan memiliki sebuah arti. Didalamnya terdapat rahasia yang kita akan tahu setelah menjamahnya. Bukan hanya membicarakannya, membayangkannya, membuat pernyataan dan pertanyaan yang belum tentu kita temukan ketika kita mulai melangkah memasukinya.

Dia kini sedang tersenyum manis di depan sebuah monitor yang lebih dari delapan jam bertengger di atas meja kerjanya. Dia mengerti seberapa besar keinginannya untuk menjadi seorang penulis. Dia memaklumi setiap tarikan magnetik dari jiwanya untuk terus membaca. Dan ketika dia berpikir, membaca bisa membuat dirinya lebih nyaman, dia akan meneruskannya esok hari, esok hari dan entah sampai kapan ia akan menyukai puluhan novel yang menjadi penghuni di kamarnya.

"ini gue, Ala :) iya cewek yang menyukai permen karet dan bersepeda. Cewek yang gemar membaca novel, mendengarkan musik apapun yang dia suka kecuali dangdut :D Cewek yang berzodiak Virgo..."

Salam dari gue :D #piss
 

THE WORDS Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos